9 Sep 2006

PINK Episode 23

Pertama2 mau hiks hiks dulu karena saya tidak nonton Pink episode 22. Huhuhu... Mana gue tau kalo Pink pindah jam tayang jadi Kamis jam 10 malam. Aduh kemaleman banget. Tapi gapapa deh. Daripada nggak tayang sama sekali.

Episode 23 kemaren lumayan banyak tuh scene Pink-Ruben *asyiiikk!*. Oya, sore harinya jam 5, gue ngeliat Agnes di serial Hospital. Eh, malamnya di Pink. Yang jelas image-nya jauh berbeda. Ya udah, langsung aja ya gue tulis Pink-nya. Tapi banyak adegan yang terlupakan nih. Karena fokusnya cuma ke Pink-Ruben aja. Hihihi...

Pink Episode 23

Adegan dibuka dengan Luna yang ngemis2 minta tinggal bersama Reza dan Jingga. Jelas saja Reza menolak karena dia tahu Luna merupakan sumber masalah. Tapi karena Jingga setuju, akhirnya Luna tinggal bersama mereka. Tapi tanpa disadari ternyata Luna menyiapkan rencana2 untuk menghancurkan kehidupan rumah tangga Reza dan Jingga.

Ruben mengendap2 sambil membawa tali. Sementara Pink sedang membaca buku di kamarnya.
“Cinta sejati nggak mungkin bersatu?” Kening Pink berkerut. Barangkali dia ingat kasus asmaranya dengan Reza.
Tiba2 ada suara dari luar kamar Pink.
“Siapa itu?” tanya Pink.
“Kucing.”
Pink bangkit sambil ketawa.
“Kucing tuh kalo dipanggil jawabnya meong, bukan kucing.”
Betul, tuh! Hahaha!
“Pasti Ruben.”
Pink membuka pintu kamarnya yang berbatasan dengan balkon. Dan betul, ternyata Ruben.
“Ngapain kamu? Kayak maling aja,” tanya Pink.
“Aku emang mau mencuri hati kamu.”
“Mau mencuri, ya? Ya udah pintunya gue tutup lagi.” Pink pun mau menutup pintu kamarnya. Tapi segera ditahan oleh Ruben.
“Eh, eh, tunggu! Gue ke sini karena mau menawarkan hati aku untuk kamu.”
“Satunya berapa, Bang? Kayak sales aja.”
Lupa nih terusannya. Intinya, Ruben menyatakan cintanya pada Pink lagi. Tapi Pink kelihatan ragu2. Dan ketika Ruben mau mencium Pink, gadis itu malah melengos sehingga yang kena cium adalah keningnya (padahal tujuannya kan bibirnya :p).
‘Ruben, andai saja gue bisa nerima cinta lo,’ kata Pink dalam hati.

Pagi hari, ponsel Pink berbunyi. Pink pun bangun.
“Hah? Apa?”
Pink membuka pintu kamarnya. Di bawah balkonnya ada Ruben yang sudah pake baju olahraga. Rupanya dia ngajak jogging bareng.
Mereka pun berdua lari.
“Duh, capek!” kata Pink.
Keduanya duduk di bangku taman. Ruben memandang Pink dengan pandangan yang aneh.
“Ben, lu kenapa sih?”
Tapi Ruben tidak menjawab. Dia terus memandangi Pink.
“Ben, jadi serem nih.”
“Pink, aku mau ngelamar kamu.”
Pink bengong.
Kemudian Ruben memetik daun mangga dan membentuknya menjadi cincin. Dia memakaikannya ke jari Pink.

Pulang2, Pink bawa bunga. Mukanya bingung. Dia membaca tulisan yang ada di kartu. Seperti biasa isinya pernyataan cinta Ruben. Pink resah karena sebenarnya cintanya hanya untuk Reza seorang.
“Dari siapa? Ruben? Dia ngelamar kamu?” tanya mama Pink.
“Iya, Ma.”
“Terus bagaimana?”
“Ruben sih baik, tapi...”
“Mama lihat kalian kompak.”
“Emangnya mau bikin kesebelasan, kompak.”
Papa Pink ikut nimbrung (tapi saya lupa dialognya).

Ruben pulang dengan wajah yang tidak bersemangat.
“Kenapa? Lamaran lu ditolak?” tanya Robin.
“Kok tahu gue ditolak? Pink bilang mau pikir2 dulu.”
“Jangan2 dia masih suka sama Reza.”
“Jangan sebut nama itu lagi!”
“Yang sopan, dong! Kakak, nih.” Robin menunjuk dirinya sendiri. “Selamat menunggu. Mudah2an lu nggak mati penasaran.”

Malam2 Ruben manjat balkon Pink lagi. Kala itu Pink belum tidur. Ia sedang mondar mandir di depan kamarnya. Pink heran melihat tali yang terjulur dari balkonnya. Pas dilihat ke bawah, ternyata Ruben.
Hup! Ruben pun berhasil melompati pagar balkon.
“Jadi dari kemarin begini cara lu untuk dateng ke kamar gue?” tanya Pink.
“Kok belum tidur? Mikirin gue, ya?” tanya Ruben genit.
“Ke-GR-an lu!”
“Oya, Pink, gue bawa sesuatu buat lu.”
Ruben membuka tasnya. Sebuah kantong plastik ia serahkan pada Pink.
“Apaan nih?” Pink melihat isinya. “Buah? Orang mah bawain bunga kek. Ini bawa buah. Kayak mau nyogok orang tua aja.”
“Kemaren gue udah bawa bunga,” balas Ruben.
“Iya ya. Mendingan buah bisa dimakan.”
Pink dan Ruben mengambil jeruk dari kantong dan memakannya.

Sementara itu, Luna terus mempengaruhi Jingga agar mencurigai Reza. Apalagi Reza bekerja di kolam renang yang otomatis banyak cewek cantiknya. Di tempat Reza bekerja, Luna membayar seorang wanita agar ngerjain Reza. Suatu hari, Jingga mengajak Luna pergi ke tempat Reza bekerja. Seroang wanita (pura2) tenggelam dan ditolong oleh Reza. Saat Reza sedang memijat kaki wanita itu, Jingga melihatnya. Jingga pun langsung shock dan dibawa ke rumah sakit. Ternyata Jingga membutuhkan donor sumsum dengan segera. Pink pun bersedia menyumbang untuk Jingga. Tapi tampaknya Ruben keberatan.
“Pink, kenapa lu mau jadi donor sumsum? Gue takut kehilangan lu,” kata Ruben.
“Tapi gue takut kehilangan Jingga.”
Robin datang.
“Jingga kenapa?” tanyanya.
“Jingga butuh donor sumsum.”
“Gue mau nyumbang buat dia.”
“Nggak bisa sembarangan gitu, Bin. Donornya hanya bisa dari pihak keluarga,” kata Pink.
“Kenapa Jingga bisa sakit begitu?”
“Dia melihat Reza sedang mesra dengan cewek di kolam renang.”
“Apa?” Robin tampak kesal dengan Reza.
“Kita nggak bisa nyalahin Reza. Siapa tau itu kerjaannya Luna,” kata Ruben. “Kayak yang dia lakukan ke kita.”
Dan kata2 itu bikin Pink heran.
“Luna?”
“Dia lagi nyari bapak buat anaknya.”

Begitu tahu bahwa Pink mau mendonorkan sumsumnya, Jingga langsung mikir. Betapa baiknya Pink. Semuanya diberikan ke Jingga. Bahkan Reza, orang yang amat dicintai oleh Pink.

Reza meminta Luna untuk segera meninggalkan rumahnya. Karena sejak ada Luna, kehidupan rumah tangganya jadi kacau. Luna berdalih dengan mengatakan Reza tidak tau terima kasih. Padahal keluarganya sudah merawat Reza sejak kecil. Reza tidak bisa berbuat apa2. Diam2 Luna memang punya rencana licik untuk menghancurkan kehidupan mereka. Karena ia tidak bisa melihat orang bahagia di atas penderitaannya.

Pink dan Ruben naik ke mobil.
“Pink, makin lama gue makin jatuh cinta sama lu.”
“Nggak bonyok tuh, jatuh mulu,” sahut Pink.
Ruben senyum.
“Itu karena lu orangnya baik banget.”
Pink mikir dalam hati. Sampai saat ini dia belum bisa membalas cinta Ruben.

Di rumah Jingga. Luna bikin kebohongan lagi dengan mengatakan bahwa ayah dari anaknya adalah Reza. Tentu saja Jingga shock. Untung Pink dan Ruben keburu datang. Dan mereka mengusir Luna dari sana.

Jingga berterima kasih pada Pink karena adiknya itu mau mendonorkan sumsumnya dan juga merelakan Reza untuknya.
Ruben nyeletuk.
“Kata Pink seperti membagi donat aja.”
‘Tapi yang kamu berikan itu nyawa Pink,’ ujar Jingga dalam hati.
“Sebentar lagi kan Ruben mau ngelamar aku,” kata Pink sambil melirik ke arah Ruben.
Ruben cuma senyum tapi datar.

Adegan matahari terbenam. Pink dan Ruben saling memandang. Kemudian mereka berpelukan.

Tiba saatnya hari pertunangan. Pink cantik sekali. Begitu juga Ruben, ganteng banget. Saat papa Ruben mau mengumumkan pertunangan mereka, tiba2 Jingga pingsan.

Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar