Episode 16
Di hari kepulangan Reza, Pink mendatangi rumah sakit. Namun ia tidak menjumpai Reza karena pasti akan diusir lagi. Akhirnya Pink pergi.
Di sekolah ia berpapasan dengan Ruben.
“Dari mana lo?” tanya Ruben.
“Rumah sakit. Ngapain lo nanya-nanya?”
“Kok lo nyolot?”
Pink menduga Ruben akan marah karena Pink menjenguk Reza. Tapi Ruben malah berkata,
“Kalo lo ke rumah sakit, gue ikut ya.”
Hal itu membuat Pink heran. Bukankah selama ini Ruben tidak suka pada Reza?
Mobil jeep yang ditumpangi Pink dan Ruben berhenti di sebuah tempat.
“Pink, lu yakin mau ke sini? Bukannya ke rumah sakit?” tanya Ruben.
“Bawel lo. Ikut apa engga?”
Pink mengambil bungkusan yang ada di bangku belakang. Kemudian mereka turun.
Ternyata mereka mendatangi panti asuhan, tempat dimana Reigy berada. Kehadiran mereka disambut oleh ibu panti. Dan ia menceitakan Reigy yang belakangan selalu murung karena kakaknya tidak pernah datang.
Saat itu ada anak-anak kecil yang sedang bermain. Mereka melewati Pink dan Ruben. Salah satunya berceloteh riang yang membuat Ruben dan Pink tertawa.
Reigy sedang bermain congklak sendirian saat Pink menghampirinya. Reigy terkejut dan langsung memeluknya. Pink pun turut senang. Wajah Ruben menyimpan sesuatu perasaan ketika melihat keakraban Pink dengan Reigy.
Hari sudah malam ketika Pink dan Ruben pamit pulang. Mereka sempat memberikan sebuah amplop pada ibu panti. Pink pamit pada Reigy. Ruben pun pamit dengan menggunakan bahasa isyarat, yang langsung diralat oleh Reigy. Pink mengolok-oloknya karena Ruben salah.
Ruben mengantar Pink sampai rumah.
“Thanks ya, Ben. Ternyata lu baik, ga kayak biasanya.”
“Pink...”
“Gue masuk dulu, ya. Eh, lu mau ngomong, ya?”
“Nggak apa-apa. Selamat tidur, ya.”
“Tengkyu ya.”
Pink pun turun. Mereka sempat melempar semyum ketika Pink melewati mobil Ruben. begitu Pink masuk rumah, Ruben memaki dirinya sendiri.
“Ruben, Ruben. lu bego banget. Harusnya lu manfaatin momen ini.”
Ketika pulang, Ruben terkejut karena mendapati suasana rumah ramai sekali. Ternyata kedua orang tua Ruben dan Renata datang dari Jawa. Robin sempat menyindir Ruben karena adiknya itu pacaran melulu. Maksud kedatangan orang tuanya adalah untuk melamar Pink. Mereka takut kandungan Pink akan semakin membesar. Paniklah Ruben. Karena sebenarnya Pink tidak hamil.
Di sekolah, Ruben menceritakan hal itu pada Pink. Dan dia meminta Pink untuk mengatakan yang sebenarnya pada Pink tidak hamil.
“Jelasin ke bokap nyokap gue bisa. Masak ke bokap nyokap lu nggak bisa,” ejek Pink.
“Gue bisa dibunuh kalo ketauan bohongin dia.”
Pink terus meledek Ruben. Tapi Ruben tetap merayu Pink supaya membantunya. Sampai di satu momen Ruben memeluk Pink dari samping. Tiba-tiba Reza yang baru naik tangga melihat mereka berdua. Pelukan Ruben agak renggang. Pink pun berusaha melepasnya. Reza terkejut tapi ia bisa menyembunyikannya. Begitu pula dengan Pink. Tak ada percakapan di antara mereka, karena Reza keburu dibawa kabur oleh ibu Nuri.
“Bantuin gue, ya,” pinta Ruben lagi.
“Enggak!”
Tapi penolakan itu hanya di mulut. Kenyataannya Pink mau juga. Ditemani Ruben dan Robin, Pink berjalan takut-takut di belakang papa Ruben. Beliau menanyakan kandungan Pink.
Ruben dan Robin mendesak Pink untuk cepat-cepat ngomong. Dengan hati-hati, Pink pun berkata,
“Sebenarnya Pink nggak hamil, Pa.”
“Apa?!”
Papa Ruben melotot dan keliahatan marah. Membuat Pink, Ruben dan Robin kaget. Tapi lebih kaget lagi setelah papa Ruben tertawa terbahak-bahak.
“Sayang mama kamu nggak ada di sini. Kalau ada dia pasti shock. Hahaha!”
Pink masih bingung.
“Jadi kamu nggak hamil, Pink?”
“Enggak, Pa.”
“Nggak apa-apa. Tapi papa akan tetap melamar kamu untuk menjadi menantu papa.”
Pernyataan papa Ruben itu membuat Pink bengong. Sementara itu Robin tertawa cekikikan. Ruben? senyum-senyum sendiri. Dalam hati seneng banget. Hihihi... Dan reaksi Pink? Masih bengong...
Di hari kepulangan Reza, Pink mendatangi rumah sakit. Namun ia tidak menjumpai Reza karena pasti akan diusir lagi. Akhirnya Pink pergi.
Di sekolah ia berpapasan dengan Ruben.
“Dari mana lo?” tanya Ruben.
“Rumah sakit. Ngapain lo nanya-nanya?”
“Kok lo nyolot?”
Pink menduga Ruben akan marah karena Pink menjenguk Reza. Tapi Ruben malah berkata,
“Kalo lo ke rumah sakit, gue ikut ya.”
Hal itu membuat Pink heran. Bukankah selama ini Ruben tidak suka pada Reza?
Mobil jeep yang ditumpangi Pink dan Ruben berhenti di sebuah tempat.
“Pink, lu yakin mau ke sini? Bukannya ke rumah sakit?” tanya Ruben.
“Bawel lo. Ikut apa engga?”
Pink mengambil bungkusan yang ada di bangku belakang. Kemudian mereka turun.
Ternyata mereka mendatangi panti asuhan, tempat dimana Reigy berada. Kehadiran mereka disambut oleh ibu panti. Dan ia menceitakan Reigy yang belakangan selalu murung karena kakaknya tidak pernah datang.
Saat itu ada anak-anak kecil yang sedang bermain. Mereka melewati Pink dan Ruben. Salah satunya berceloteh riang yang membuat Ruben dan Pink tertawa.
Reigy sedang bermain congklak sendirian saat Pink menghampirinya. Reigy terkejut dan langsung memeluknya. Pink pun turut senang. Wajah Ruben menyimpan sesuatu perasaan ketika melihat keakraban Pink dengan Reigy.
Hari sudah malam ketika Pink dan Ruben pamit pulang. Mereka sempat memberikan sebuah amplop pada ibu panti. Pink pamit pada Reigy. Ruben pun pamit dengan menggunakan bahasa isyarat, yang langsung diralat oleh Reigy. Pink mengolok-oloknya karena Ruben salah.
Ruben mengantar Pink sampai rumah.
“Thanks ya, Ben. Ternyata lu baik, ga kayak biasanya.”
“Pink...”
“Gue masuk dulu, ya. Eh, lu mau ngomong, ya?”
“Nggak apa-apa. Selamat tidur, ya.”
“Tengkyu ya.”
Pink pun turun. Mereka sempat melempar semyum ketika Pink melewati mobil Ruben. begitu Pink masuk rumah, Ruben memaki dirinya sendiri.
“Ruben, Ruben. lu bego banget. Harusnya lu manfaatin momen ini.”
Ketika pulang, Ruben terkejut karena mendapati suasana rumah ramai sekali. Ternyata kedua orang tua Ruben dan Renata datang dari Jawa. Robin sempat menyindir Ruben karena adiknya itu pacaran melulu. Maksud kedatangan orang tuanya adalah untuk melamar Pink. Mereka takut kandungan Pink akan semakin membesar. Paniklah Ruben. Karena sebenarnya Pink tidak hamil.
Di sekolah, Ruben menceritakan hal itu pada Pink. Dan dia meminta Pink untuk mengatakan yang sebenarnya pada Pink tidak hamil.
“Jelasin ke bokap nyokap gue bisa. Masak ke bokap nyokap lu nggak bisa,” ejek Pink.
“Gue bisa dibunuh kalo ketauan bohongin dia.”
Pink terus meledek Ruben. Tapi Ruben tetap merayu Pink supaya membantunya. Sampai di satu momen Ruben memeluk Pink dari samping. Tiba-tiba Reza yang baru naik tangga melihat mereka berdua. Pelukan Ruben agak renggang. Pink pun berusaha melepasnya. Reza terkejut tapi ia bisa menyembunyikannya. Begitu pula dengan Pink. Tak ada percakapan di antara mereka, karena Reza keburu dibawa kabur oleh ibu Nuri.
“Bantuin gue, ya,” pinta Ruben lagi.
“Enggak!”
Tapi penolakan itu hanya di mulut. Kenyataannya Pink mau juga. Ditemani Ruben dan Robin, Pink berjalan takut-takut di belakang papa Ruben. Beliau menanyakan kandungan Pink.
Ruben dan Robin mendesak Pink untuk cepat-cepat ngomong. Dengan hati-hati, Pink pun berkata,
“Sebenarnya Pink nggak hamil, Pa.”
“Apa?!”
Papa Ruben melotot dan keliahatan marah. Membuat Pink, Ruben dan Robin kaget. Tapi lebih kaget lagi setelah papa Ruben tertawa terbahak-bahak.
“Sayang mama kamu nggak ada di sini. Kalau ada dia pasti shock. Hahaha!”
Pink masih bingung.
“Jadi kamu nggak hamil, Pink?”
“Enggak, Pa.”
“Nggak apa-apa. Tapi papa akan tetap melamar kamu untuk menjadi menantu papa.”
Pernyataan papa Ruben itu membuat Pink bengong. Sementara itu Robin tertawa cekikikan. Ruben? senyum-senyum sendiri. Dalam hati seneng banget. Hihihi... Dan reaksi Pink? Masih bengong...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar