Episode 17
Ibu Ruben datang ke panti asuhan tempat dimana Reigy berada. Sebelum turun dari mobil, ia sempat memandang foto tua. Gambar seorang wanita (kayaknya gambar dia sendiri) beserta seorang anak laki2 dan seorang bayi. Begitu sudah di dalam ruangan, dari jendela, ia melihat Reigy yang sedang bermain bersama anak2 lain. Ibu panti menjelaskan bahwa dulu Reigy dan kakaknya ditaruh begitu saja di depan panti. Hanya ditinggalkan surat berisi keterangan nama mereka. Ketika sedang berbicara dengan ibu panti, Reigy datang. Ibu Ruben tiba2 menjadi sedih. Reigy bertanya dengan bahasa isyarat, kenapa ibu itu sedih.
“Dia bisu?” tanya ibu Ruben.
“Waktu kecil, Reigy sakit panas, saya tidak bisa membawanya ke rumah sakit karena tidak ada biaya. Sejak saat itu dia tidak bisa bicara. Kakaknya, Reza, diangkat anak oleh orang kaya. Tapi mereka tidak mau mengangkat Reigy,” kata ibu panti.
“Karena dia bisu?”
Pertanyaan ibu Ruben itu diiyakan oleh ibu panti.
Ibu Ruben pulang ke rumah dan langsung disambut oleh Renata, Robin dan papa Ruben.
“Mama dari mana? Kok pergi sendirian. Seharusnya ajak pengawal papa,” kata papa Ruben.
“Ah, mama cuma jalan2 sekitar sini,” kata ibu Ruben dengan lembut.
Btw, Ruben kemana? ;)
Ternyata Ruben mengantar Pink sampai ke rumah.
“Thanks ya,” kata Pink.
“Gue lagi yang seharusnya terima kasih karena lo udah bantuin gue ngomong ke bokap gue,” kata Ruben.
“Anak yang suka tawuran kayak lu takut sama bokap?” Pink mengolok-oloknya. Namun Ruben tidak marah.
“Soal lamaran itu bagaimana?” tanya Pink.
“Kita lihat aja nanti,” sahut Ruben.
Sewaktu Pink pamit mau masuk ke rumah, lucu deh, dia mau jitak kepala Ruben dua kali. Tapi Ruben berhasil ngeles. Eit...eit...hehehe...:D:D:D
Di rumah Reza. Papa Reza memaksa Reza untuk pindah ke kantor papanya Jingga. Katanya semua sudah diatur. Reza terpaksa menurutinya.
Ruben main bilyar sama dua temennya. Mereka kaget juga waktu Ruben bilang papanya tetap mau ngelamar Pink, meskipun Pink nggak hamil.
“Wah, berarti selera lo dan bokap lo sama, ya.” :D:D:D
Ruben cuma senyum2 aja.
Besoknya, di sekolah, waktu Pink baru keluar dari kelas, Ruben lari-lari ngejar Pink dan mengatakan bahwa papanya akan datang ke rumah Pink besok untuk melamar. Pink panik.
“Kenapa datangnya besok? Kenapa nggak lusa, seminggu lagi, dua minggu lagi, sebulan lagi, setahun lagi?” kata dia sambil memegang kepalanya.
“Emang lu belum ngomong sama sekali ke bokap nyokap lo?” tanya Ruben.
“Belum,” jawab menjawab dengan polos.
“Sedikit pun belum?”
“Belum.”
Lagi bingung begitu, Pink melihat Reza dari jauh. Kayaknya lesu banget. Pink terpaku. Ruben melihat apa yang Pink lihat.
“Huh!” dengan geram Ruben pergi.
Pink mendatangi ruangan Reza. Reza sedang membenahi semua barang2nya.
“Za, lu mau kemana? Mau berhenti dari sekolah ini?” tanya Pink.
“Ini sudah jadi keputusan aku, Pink,” kata Reza.
“Lo bilang lo suka ngajar. Lo suka ngeliat murid2 lu. Gue seneng lu jadi guru, walaupun gue harus memanggil lu ‘bapak’.”
Reza terus berkelit dengan bilang bahwa itu keputusannya sendiri. Tapi ia tidak berani menatap wajah Pink.
“Za, lu jawab pertanyaan gue. Tapi lu liat mata gue,” kata Pink.
Begitu Reza menoleh, ia tidak sanggup berkata2, malah memeluk Pink dengan sedih.
Saat itulah ibu Nuri masuk. Pelukan mereka lepas.
“Ini nggak seperti yang ibu kira,” kata Pink.
Tapi ibu Nuri nggak peduli, dia langsung meluk Reza.
“Pak Reza mau pindah ya? Sebenarnya selama ini saya mencintai bapak.”
Pink keluar pelan2.
“Sebagai perempuan saya tau kalau bapak suka sama Pink. Meskipun bapak tunangan sama kakaknya Pink, tapi saya tau kalau sebenarnya bapak lebih mencintai Pink,” kata ibu Nuri.
Pink sempat menoleh sebentar. Mungkin dalam hati mikir, ‘kok ibu Nuri tau?’. Mungkin Reza juga berpikiran seperti itu.
Ruben lagi tiduran di kursi taman (barangkali merenungi Pink yang masih perhatian ke Reza). Dua temennya datang, heboh banget. Sampe Ruben bingung sebenarnya mereka mau ngomong apa.
“Saingan lu, Pak Reza, mau cabut dari sekolah.”
Ruben agak kaget, tapi seneng tuh ;)
Pink ke kantor ayahnya. Dia sempat melihat Faisal dari belakang. Kok, kayaknya dia kenal. Tapi mereka nggak ketemu muka.
Begitu masuk ke ruangan ayahnya, ada Jingga di sana.
“Kamu mau minta uang jajan ya, Pink?” sindir Jingga yang lagi baca2 majalah.
Pink-nya rada2 gimana gitu. Sewot kali, tapi nggak menanggapi.
“Pa, papanya Ruben mau dateng besok.”
“Mau ngapain?” tanya papa Pink.
“Mau ngelamar kali, Pa,” kata Jingga.
(Kok, Jingga tahu sih?)
“Terima aja, Pink, jarang2 ada orang yang mau ngelamar kamu,” kata Jingga sambil tertawa (buset deh)
Papa Pink kayaknya masih ragu. Pink ngebelain Ruben (cieeeee...;):D:))
“Ruben itu anaknya baik. Nggak seperti yang papa kira. Dia bukan berandalan...”
Ketika itulah Pink melihat sesuatu di meja. Majalah. Dia terpaku melihat cover majalah itu.
“Ini kan papanya Ruben,” kata Pink.
“Kamu jangan coba2 bohong lagi, ya,” kata papa Pink :D
Pink memastikan bahwa itu papanya Ruben.
“Ya udah terima aja, Pink,” kata Jingga (uuhh dasar Jingga)
Papa Pink menjelaskan tentang orang dalam cover itu.
“Dia ini termasuk sepuluh orang terkaya di Asia Tenggara. Kekayaannya nggak akan habis 7 turunan. Dia punya usaha di bidang farmasi, hiburan, blablabla...” (pokoknya banyak deh gue aja sampe lupa :D)
Pink agak kaget juga.
“Tapi setau papa, orang ini susah didekati,” lanjut papanya.
(Wah, berarti Pink beruntung donk ;))
Begitu meninggalkan kantor, gantian Faisal ngeliat Pink. Tapi Pink nggak ngeliat Faisal.
Pulang dari kantor ayahnya, Pink langsung ke kafe. Di sana rame banget. Teman-teman Pink dan teman-teman Ruben lagi ngumpul. Pink agak kaget waktu mereka semua tahu tentang lamaran itu.
Di pintu kafe, terlihat Jono menarik-narik Ruben. Dan Ruben agak malu-malu waktu melihat Pink ada di sana. Setelah didesak akhirnya Ruben menghampiri Pink dan mengajaknya ke suatu tempat.
Ternyata Ruben mengajak Pink ke taman. Di tengah kolam air mancur, ada sekumpulan bunga-bunga yang berbentuk hati. Di sanalah Ruben menyatakan cintanya.
“Gue akan menunggu sampai lu mau membuka hati lu untuk gue. Gue tau lu nggak bisa jawab sekarang.”
Ruben melepas kalungnya dan diberikan ke Pink.
“Simpan ini sampai lu punya jawabannya.”
Jreng...jreng...lalu Ruben mencium kening Pink. So sweet...[love2]
Seperti biasa, Ruben mengantar Pink lagi. Kali ini sampai depan pintu rumah lho ;). Ruben mengatakan sekali lagi bahwa dia akan menunggu Pink.
“Gue akan menunggu sampai lu mau membuka hati lu. Dan gue janji nggak akan bikin lu menangis lagi.”
(Snif...snif...terharu deh [love2])
Pink tidak menjawab apa-apa. Ia malah membuka pintu dan langsung masuk. Tidak tahu deh apa perasaan Ruben. Apakah dia kecewa atau biasa-biasa saja. Tapi tak lama kemudian Pink keluar lagi :):)
“Selamat malam.”
Ternyata Pink cuma mau pamit ;):D. Ruben membalasnya sambil tersenyum.
Reza bekerja di kantor papanya Jingga. Jingga senang banget. Tapi Faisal ketar ketir. Rencananya bakalan terhambat. Tapi dibalik itu papa angkat Reza mengancam Reza supaya memindahkan aset perusahaan papa Pink ke perusahaan fiktif miliknya (jahat banget yah?). Kalau Reza nggak mau nurut, dia akan mencelakakan orang yang Reza sayangi.
Papa Pink, Faisal, Jingga dan Reza rapat. Tapi Jingga pusing.
“Kamu pulang aja,” kata papanya. “Lagi pula nanti kan ada tamu.” (Itu lho, keluarganya Ruben yang mau ngelamar ;):):D)
Reza diminta mengantar Jingga sampai rumah.
Di rumah, Jingga melarang Reza untuk kembali ke kantor.
“Kamu di sini aja,” kata Jingga dengan manja.
Saat itulah Pink turun dari tangga dan melihat mereka. Tapi dia cuek2 aja. Reza terpaku ngeliat Pink. Tapi Jingga terus nyender2 ke dia.
Pink jalan di samping taman. HP-nya bunyi. Ternyata dari Ruben.
“Ya, Ben. Gue lagi mau ke sana.”
(Ke sana? Kemana, ya? Nggak tau, deh)
Di telepon Ruben bilang kalau keluarganya mau datang ke rumah Pink.
Pink melihat sesuatu di dalam taman.
“Eh, Ben, Ben, Reigy dalam bahaya!”
“Pink! Pink!” panggil Ruben.
Tapi Pink nggak dengar. Dia lari masuk ke taman. Di sana ada beberapa orang sedang menyerang Reigy (mungkin mau nyulik). Pink buru2 menolong.
“Eh, b4nci lo, beraninya sama anak kecil!”
Pink sudah berhasil memegang Reigy dan dua orang penjahatnya sudah sedikit menjauh. Tapi ternyata ada satu orang lagi di belakang Pink (sangar, bo!). Dan dia membekap mulut Pink.
Bersambung....
Ibu Ruben datang ke panti asuhan tempat dimana Reigy berada. Sebelum turun dari mobil, ia sempat memandang foto tua. Gambar seorang wanita (kayaknya gambar dia sendiri) beserta seorang anak laki2 dan seorang bayi. Begitu sudah di dalam ruangan, dari jendela, ia melihat Reigy yang sedang bermain bersama anak2 lain. Ibu panti menjelaskan bahwa dulu Reigy dan kakaknya ditaruh begitu saja di depan panti. Hanya ditinggalkan surat berisi keterangan nama mereka. Ketika sedang berbicara dengan ibu panti, Reigy datang. Ibu Ruben tiba2 menjadi sedih. Reigy bertanya dengan bahasa isyarat, kenapa ibu itu sedih.
“Dia bisu?” tanya ibu Ruben.
“Waktu kecil, Reigy sakit panas, saya tidak bisa membawanya ke rumah sakit karena tidak ada biaya. Sejak saat itu dia tidak bisa bicara. Kakaknya, Reza, diangkat anak oleh orang kaya. Tapi mereka tidak mau mengangkat Reigy,” kata ibu panti.
“Karena dia bisu?”
Pertanyaan ibu Ruben itu diiyakan oleh ibu panti.
Ibu Ruben pulang ke rumah dan langsung disambut oleh Renata, Robin dan papa Ruben.
“Mama dari mana? Kok pergi sendirian. Seharusnya ajak pengawal papa,” kata papa Ruben.
“Ah, mama cuma jalan2 sekitar sini,” kata ibu Ruben dengan lembut.
Btw, Ruben kemana? ;)
Ternyata Ruben mengantar Pink sampai ke rumah.
“Thanks ya,” kata Pink.
“Gue lagi yang seharusnya terima kasih karena lo udah bantuin gue ngomong ke bokap gue,” kata Ruben.
“Anak yang suka tawuran kayak lu takut sama bokap?” Pink mengolok-oloknya. Namun Ruben tidak marah.
“Soal lamaran itu bagaimana?” tanya Pink.
“Kita lihat aja nanti,” sahut Ruben.
Sewaktu Pink pamit mau masuk ke rumah, lucu deh, dia mau jitak kepala Ruben dua kali. Tapi Ruben berhasil ngeles. Eit...eit...hehehe...:D:D:D
Di rumah Reza. Papa Reza memaksa Reza untuk pindah ke kantor papanya Jingga. Katanya semua sudah diatur. Reza terpaksa menurutinya.
Ruben main bilyar sama dua temennya. Mereka kaget juga waktu Ruben bilang papanya tetap mau ngelamar Pink, meskipun Pink nggak hamil.
“Wah, berarti selera lo dan bokap lo sama, ya.” :D:D:D
Ruben cuma senyum2 aja.
Besoknya, di sekolah, waktu Pink baru keluar dari kelas, Ruben lari-lari ngejar Pink dan mengatakan bahwa papanya akan datang ke rumah Pink besok untuk melamar. Pink panik.
“Kenapa datangnya besok? Kenapa nggak lusa, seminggu lagi, dua minggu lagi, sebulan lagi, setahun lagi?” kata dia sambil memegang kepalanya.
“Emang lu belum ngomong sama sekali ke bokap nyokap lo?” tanya Ruben.
“Belum,” jawab menjawab dengan polos.
“Sedikit pun belum?”
“Belum.”
Lagi bingung begitu, Pink melihat Reza dari jauh. Kayaknya lesu banget. Pink terpaku. Ruben melihat apa yang Pink lihat.
“Huh!” dengan geram Ruben pergi.
Pink mendatangi ruangan Reza. Reza sedang membenahi semua barang2nya.
“Za, lu mau kemana? Mau berhenti dari sekolah ini?” tanya Pink.
“Ini sudah jadi keputusan aku, Pink,” kata Reza.
“Lo bilang lo suka ngajar. Lo suka ngeliat murid2 lu. Gue seneng lu jadi guru, walaupun gue harus memanggil lu ‘bapak’.”
Reza terus berkelit dengan bilang bahwa itu keputusannya sendiri. Tapi ia tidak berani menatap wajah Pink.
“Za, lu jawab pertanyaan gue. Tapi lu liat mata gue,” kata Pink.
Begitu Reza menoleh, ia tidak sanggup berkata2, malah memeluk Pink dengan sedih.
Saat itulah ibu Nuri masuk. Pelukan mereka lepas.
“Ini nggak seperti yang ibu kira,” kata Pink.
Tapi ibu Nuri nggak peduli, dia langsung meluk Reza.
“Pak Reza mau pindah ya? Sebenarnya selama ini saya mencintai bapak.”
Pink keluar pelan2.
“Sebagai perempuan saya tau kalau bapak suka sama Pink. Meskipun bapak tunangan sama kakaknya Pink, tapi saya tau kalau sebenarnya bapak lebih mencintai Pink,” kata ibu Nuri.
Pink sempat menoleh sebentar. Mungkin dalam hati mikir, ‘kok ibu Nuri tau?’. Mungkin Reza juga berpikiran seperti itu.
Ruben lagi tiduran di kursi taman (barangkali merenungi Pink yang masih perhatian ke Reza). Dua temennya datang, heboh banget. Sampe Ruben bingung sebenarnya mereka mau ngomong apa.
“Saingan lu, Pak Reza, mau cabut dari sekolah.”
Ruben agak kaget, tapi seneng tuh ;)
Pink ke kantor ayahnya. Dia sempat melihat Faisal dari belakang. Kok, kayaknya dia kenal. Tapi mereka nggak ketemu muka.
Begitu masuk ke ruangan ayahnya, ada Jingga di sana.
“Kamu mau minta uang jajan ya, Pink?” sindir Jingga yang lagi baca2 majalah.
Pink-nya rada2 gimana gitu. Sewot kali, tapi nggak menanggapi.
“Pa, papanya Ruben mau dateng besok.”
“Mau ngapain?” tanya papa Pink.
“Mau ngelamar kali, Pa,” kata Jingga.
(Kok, Jingga tahu sih?)
“Terima aja, Pink, jarang2 ada orang yang mau ngelamar kamu,” kata Jingga sambil tertawa (buset deh)
Papa Pink kayaknya masih ragu. Pink ngebelain Ruben (cieeeee...;):D:))
“Ruben itu anaknya baik. Nggak seperti yang papa kira. Dia bukan berandalan...”
Ketika itulah Pink melihat sesuatu di meja. Majalah. Dia terpaku melihat cover majalah itu.
“Ini kan papanya Ruben,” kata Pink.
“Kamu jangan coba2 bohong lagi, ya,” kata papa Pink :D
Pink memastikan bahwa itu papanya Ruben.
“Ya udah terima aja, Pink,” kata Jingga (uuhh dasar Jingga)
Papa Pink menjelaskan tentang orang dalam cover itu.
“Dia ini termasuk sepuluh orang terkaya di Asia Tenggara. Kekayaannya nggak akan habis 7 turunan. Dia punya usaha di bidang farmasi, hiburan, blablabla...” (pokoknya banyak deh gue aja sampe lupa :D)
Pink agak kaget juga.
“Tapi setau papa, orang ini susah didekati,” lanjut papanya.
(Wah, berarti Pink beruntung donk ;))
Begitu meninggalkan kantor, gantian Faisal ngeliat Pink. Tapi Pink nggak ngeliat Faisal.
Pulang dari kantor ayahnya, Pink langsung ke kafe. Di sana rame banget. Teman-teman Pink dan teman-teman Ruben lagi ngumpul. Pink agak kaget waktu mereka semua tahu tentang lamaran itu.
Di pintu kafe, terlihat Jono menarik-narik Ruben. Dan Ruben agak malu-malu waktu melihat Pink ada di sana. Setelah didesak akhirnya Ruben menghampiri Pink dan mengajaknya ke suatu tempat.
Ternyata Ruben mengajak Pink ke taman. Di tengah kolam air mancur, ada sekumpulan bunga-bunga yang berbentuk hati. Di sanalah Ruben menyatakan cintanya.
“Gue akan menunggu sampai lu mau membuka hati lu untuk gue. Gue tau lu nggak bisa jawab sekarang.”
Ruben melepas kalungnya dan diberikan ke Pink.
“Simpan ini sampai lu punya jawabannya.”
Jreng...jreng...lalu Ruben mencium kening Pink. So sweet...[love2]
Seperti biasa, Ruben mengantar Pink lagi. Kali ini sampai depan pintu rumah lho ;). Ruben mengatakan sekali lagi bahwa dia akan menunggu Pink.
“Gue akan menunggu sampai lu mau membuka hati lu. Dan gue janji nggak akan bikin lu menangis lagi.”
(Snif...snif...terharu deh [love2])
Pink tidak menjawab apa-apa. Ia malah membuka pintu dan langsung masuk. Tidak tahu deh apa perasaan Ruben. Apakah dia kecewa atau biasa-biasa saja. Tapi tak lama kemudian Pink keluar lagi :):)
“Selamat malam.”
Ternyata Pink cuma mau pamit ;):D. Ruben membalasnya sambil tersenyum.
Reza bekerja di kantor papanya Jingga. Jingga senang banget. Tapi Faisal ketar ketir. Rencananya bakalan terhambat. Tapi dibalik itu papa angkat Reza mengancam Reza supaya memindahkan aset perusahaan papa Pink ke perusahaan fiktif miliknya (jahat banget yah?). Kalau Reza nggak mau nurut, dia akan mencelakakan orang yang Reza sayangi.
Papa Pink, Faisal, Jingga dan Reza rapat. Tapi Jingga pusing.
“Kamu pulang aja,” kata papanya. “Lagi pula nanti kan ada tamu.” (Itu lho, keluarganya Ruben yang mau ngelamar ;):):D)
Reza diminta mengantar Jingga sampai rumah.
Di rumah, Jingga melarang Reza untuk kembali ke kantor.
“Kamu di sini aja,” kata Jingga dengan manja.
Saat itulah Pink turun dari tangga dan melihat mereka. Tapi dia cuek2 aja. Reza terpaku ngeliat Pink. Tapi Jingga terus nyender2 ke dia.
Pink jalan di samping taman. HP-nya bunyi. Ternyata dari Ruben.
“Ya, Ben. Gue lagi mau ke sana.”
(Ke sana? Kemana, ya? Nggak tau, deh)
Di telepon Ruben bilang kalau keluarganya mau datang ke rumah Pink.
Pink melihat sesuatu di dalam taman.
“Eh, Ben, Ben, Reigy dalam bahaya!”
“Pink! Pink!” panggil Ruben.
Tapi Pink nggak dengar. Dia lari masuk ke taman. Di sana ada beberapa orang sedang menyerang Reigy (mungkin mau nyulik). Pink buru2 menolong.
“Eh, b4nci lo, beraninya sama anak kecil!”
Pink sudah berhasil memegang Reigy dan dua orang penjahatnya sudah sedikit menjauh. Tapi ternyata ada satu orang lagi di belakang Pink (sangar, bo!). Dan dia membekap mulut Pink.
Bersambung....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar